Krisis MotoGP: Sejumlah Pembalap khawatir dengan nilai kontrak murah tak sesuai harapan
Situasi akibat Pandemi selama dua tahun lalu dan dampak perang Ukraina berpengaruh kepada situasi ekonomi pertunjukan olahraga khususnya yang berbasis di Eropa, termasuk MotoGP.
Sejumlah rider MotoGP menyatakan keprihatinannya kepada CEO Dorna Sports, Carmelo Ezpeleta, tentang nilai kontrak murah yang diberlakukan tim-tim.
Dalam pertemuan rutin Komisi Keselamatan, barisan pembalap mengemukakan pendapat perihal status kontrak saat ini, kepada Ezpeleta yang berkesempatan untuk hadir mengikuti rapat.
Pembahasan turut mencakup kurangnya dukungan ketika tim memecat pembalap lebih awal dari durasi kontrak yang disepakati. Ini berkaca pada kasus Romano Fenati yang didepak Speed Up jelang Grand Prix Prancis.
“Sebagian besar pembalap, terutama yang ada di Moto3 dan Moto2, benar-benar tidak berdaya ketika tim memutuskan hubungan dengan mereka secara sepihak,” kata salah satu pembalap kepada Motorsport.com.
“Kami telah berdiskusi dengan Carmelo tentang masalah spesifik Fenati. Ketika sebuah tim ingin memecat seorang pembalap, mereka melakukannya. Tetapi ketika seorang pembalap ingin pergi, dia tidak bisa.”
Adapun, fokus utama diskusi berpusat pada kontrak bergaji rendah, yang telah diterapkan oleh sebagian besar pabrikan sejak pandemi Covid-19 melanda.
Dalam hal negosiasi kontrak untuk musim 2023, sejumlah pembalap telah ditawari kesepakatan baru yang nilainya jauh di bawah ekspektasi.
Paling kentara saat Aleix Espargaro, bagaimana Spaniard mengungkapkan pembicaraan pertama dengan Aprilia soal kontrak baru telah membuatnya sedih lantaran terlalu jauh dalam hal persyaratan.
Dan sebelum pengumuman mengejutkan Suzuki yang bakal mundur dari MotoGP akhir 2022, Paco Sanchez selaku manajer Joan Mir, menuturkan tawaran pertama dari pabrikan Hamamatsu itu tidak dapat diterima pihaknya.Diyakini bahwa Mir ditawari sepertiga dari gajinya saat ini, yang jumlahnya kurang dari apa yang dia terima saatmelakoni tahun debut sebagai rookie pada musim 2019 lalu.
“Ketika Fabio Quartararo pindah ke MotoGP, dia menandatangani 80 ribu Euro (setara Rp1,2 miliar), dan jumlah ini adalah apa yang mereka bayarkan kepada beberapa pembalap (sekarang),” ucap pembalap lainnya.
Ezpeleta sendiri mengatakan kepada para rider, situasi ekonomi akibat pandemi dan perang di Ukraina telah menekan keuangan pabrikan, sembari keluarnya Suzuki sebagai contoh ketidakstabilan yang dihadapi MotoGP saat ini.
Seorang pembalap yang enggan disebutkan namanya merespons: “MotoGP adalah pertunjukan besar dan bisnis besar, yang menggerakkan banyak uang, dan kami para rider adalah badut di sirkus ini.
“Kami memahami situasi saat ini, tetapi kami tidak bisa balapan secara gratis.”
Di Formula 1, pembalap memiliki posisi kuat dengan keberadaan Asosiasi Pembalap Grand Prix (GPDA), yang berdiri sebagai serikat pekerja. Sayangnya, tidak ada hal seperti itu dalam MotoGP.
Walau sudah beberapa kali dibahas perihal perlunya asosiasi pembalap, nyatanya tak kunjung membuahkan hasil.
“Kami tidak pernah memiliki pemimpin dengan perhatian yang cukup untuk menciptakan asosiasi pembalap,” kata Pol Espargaro kepada Motorsport.com, menjawab pertanyaan apakah serikat pekerja pernah dipertimbangkan.
“Tentu (pemimpin) yang tepat adalah Valentino Rossi, dan meskipun sudah dibahas berkali-kali, dia tidak pernah mengambil langkah untuk maju.”
Sumber:motorsport.com
Post a Comment